HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Rochman : Dominus Litis dan Peran Jaksa dalam RUU-KUHAP Baru

Foto : Pemerhati hukum dan Dosen Pascasarjana Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH (Unihaz) Bengkulu, Dr. Ir. M. Rochman, SH., MH., C.Med.


ReportTimeNews, Bengkulu - Pemerhati hukum dan Dosen Pascasarjana Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH (Unihaz) Bengkulu, Dr. Ir. M. Rochman, SH., MH., C.Med, menyebutkan, perdebatan seputar peran jaksa dalam sistem peradilan pidana kembali mencuat, seiring dengan pembahasan RUU KUHAP terbaru. 

Rochman menekankan pentingnya memahami asas Dominus Litis yang menempatkan jaksa sebagai pengendali utama perkara pidana.

“Asas Dominus Litis memberikan kendali penuh kepada jaksa dalam proses penuntutan, termasuk kewenangan untuk menghentikan perkara demi kepentingan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 140 ayat (2) KUHAP,” jelas Rochman pada Minggu, (18/5/2025). 

Namun, ia mengingatkan bahwa dominasi jaksa dalam pengendalian perkara tidak berarti merangkap sebagai penyidik. 

“Penyidikan tetap menjadi domain utama kepolisian. Dalam UU Kepolisian, Polri adalah penyidik utama, dan ini ditegaskan kembali dalam draf final RKUHAP, pasal 6 ayat (2) yang menyatakan bahwa penyidik Polri adalah merupakan penyidik utama, dan pasal 61 adalah merupakan Wewenang Penuntut Umum/ jaksa. Sehingga dari kedua APH tersebut tidak tumpang tindih dalam kewewenangannya masing - masing," tambah Rochman. 

Dia menjelaskan, draf awal RUU KUHAP sempat memuat usulan agar jaksa dapat melakukan penyidikan terhadap tindak pidana umum. Namun, untuk menghindari tumpang tindih kewenangan antar lembaga penegak hukum, draf final RUU KUHAP mengembalikan tugas tersebut ke kepolisian dan menempatkan jaksa kembali sebagai penuntut umum murni.

“Dengan RUU KUHAP yang baru, pembagian kewenangan menjadi lebih jelas. Polisi sebagai penyidik, jaksa sebagai penuntut. Ini penting agar tidak terjadi konflik kelembagaan dan memperkuat efektivitas penegakan hukum,” ungkap Rochman.

Lebih lanjut di dalam RUU KUHAP juga menghadirkan pembaruan penting lainnya, seperti peningkatan kualitas SDM aparat penegak hukum melalui pendidikan dan pengawasan ketat, serta penguatan koordinasi antara PPNS, kepolisian, dan kejaksaan.

Dengan RUU ini diharapkan membawa sistem peradilan pidana Indonesia ke arah yang lebih transparan dan berkeadilan, sekaligus menjawab tantangan rendahnya profesionalisme dan tumpang tindih kewenangan.

“Ini bukan hanya revisi undang-undang, tapi reformasi paradigma penegakan hukum. Kita ingin peradilan yang lebih substansial, adil, dan menjamin hak-hak semua pihak,” demikian Rochman.