HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Masyarakat Keluhkan Pajak Kendaraan, Praktisi Hukum Sarankan ini

 Foto : Praktisi Hukum Bengkulu, Aprinaldi, SH


ReportTimeNews, Bengkulu - Polemik kenaikan pajak kendaraan yang terjadi pasca diberlakukannya opsen atau pungutan tambahan, terus menuai keluhan dari masyarakat.

Di tengah kondisi ekonomi yang masih sulit, kebijakan ini dinilai menambah beban rakyat dan perlu segera dicarikan solusi konkret.

Praktisi Hukum Bengkulu, Aprinaldi, SH, menyebut bahwa pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) menjadi salah satu penyebab kenaikan pajak kendaraan, yang efeknya langsung dirasakan masyarakat.

Belum lagi ditambah dengan keberadaan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bengkulu Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang memperberat beban masyarakat, khususnya terkait Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).

Menurutnya, di tengah situasi ekonomi yang masih belum pulih, tarif pajak tersebut terasa sangat memberatkan. Oleh karena itu, ia menawarkan sejumlah langkah strategis sebagai solusi tanpa harus saling menyalahkan antara pihak legislatif dan eksekutif.

Pertama, DPRD Provinsi Bengkulu dapat menggunakan hak inisiatif untuk mengusulkan perubahan terhadap Perda PDRD, terutama pada tarif PKB sebesar 1,2 persen dan BBNKB sebesar 12 persen, yang nilainya menjadi pengali opsen pajak sebesar 66 persen.

"Soal ini kembali kepada keberpihakan wakil rakyat. Apakah mereka benar-benar mendengar suara masyarakat dan mau bergerak lewat jalur legislasi," ungkap Aprinaldi, SH dalam keterangan persnya pada Senin, (19/5/2025).

Kedua, Pemerintah Provinsi Bengkulu juga (Pemprov) bisa mengajukan revisi perda dengan mempertimbangkan daya beli dan kondisi ekonomi masyarakat saat ini.

Menurut Aprinaldi, langkah ini penting untuk menunjukkan bahwa kebijakan pajak tidak dibuat semata-mata dari atas meja, melainkan dengan memperhatikan realitas di lapangan.

Ia juga menambahkan opsi ketiga, yaitu gubernur dapat mengeluarkan keputusan khusus yang bersifat meringankan, seperti pembebasan biaya layanan tertentu – contoh nyatanya, pembebasan biaya ambulans. Namun, dia menegaskan, kebijakan seperti ini tidak menurunkan pokok pajak, melainkan memindahkan beban pembiayaan ke APBD.

Tak berhenti di situ, Aprinaldi juga mengingatkan bahwa masyarakat memiliki hak hukum untuk mengajukan uji materiil ke Mahkamah Agung (MA) jika Perda PDRD dinilai tidak adil atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Bahkan, UU Nomor 1 Tahun 2022 juga bisa diuji secara konstitusional ke Mahkamah Konstitusi (MK) apabila dianggap bertentangan dengan prinsip keadilan pajak.

Di sisi lain, ia menyesalkan sikap sejumlah anggota DPRD yang lebih sibuk saling menyalahkan ketimbang mencari solusi. 

“Saatnya semua pihak duduk bersama. Bukan berdebat, tapi mencari jalan keluar yang berpihak pada rakyat. Rakyat butuh solusi, bukan konflik politik,” tegasnya.

Aprinaldi menutup pernyataannya dengan seruan agar baik legislatif maupun eksekutif dapat menunjukkan keberpihakan nyata kepada masyarakat. 

“Regulasi itu harus pro-rakyat. Pajak adalah kewajiban, tapi harus adil dan masuk akal. Jangan sampai menjadi beban berlebihan yang justru menambah penderitaan rakyat,” demikian tutupnya.